Tjokropranolo, Gubernur ke-7 Jakarta
Tahun 1977 masa bakti Gubernur Ali Sadikin berakhir. Presiden Soeharto melantik Mayjen TNI Tjokropranolo -yang menjabat Sekretaris Militer Presiden menjadi Gubernur DKI Jakarta untuk lima tahun berikutnya. Bang Nolly -demikian ia disapa- mengusung bertekad mewujudkan masyarakat Jakarta yang "Sosialis-Religius." Karena itu berbagai kebijakan gubernur sebelumnya yang dinilai tidak sejalan dengan misi tersebut ia koreksi. Salah satu diantaranya adalah mencabut legalisasi perjudian yang disambut baik oleh Presiden Soeharto. Alasannya, praktek perjudian telah menjalan hingga ke pelosok-pelosok pemukiman telah berpotensi merusak mental masyarakat. Memang jenis judi Pacuan Anjing (Greyhound) cukup di Jakarta. Sedangkan judi Jackpot dogemari oleh banyak anak-anak sekolah.
Pencabutan legalitas perjudian ini menyebabkan Pemerintah DKI Jakarta kehilangan sekitar 22% potensi penerimaan daerah. Ketentuan "daerah bebas becak" yang berlaku ketat pada masa Ali Sadikin, oleh Tjokropranolo penerapannya dibuat lebih longgar. Demikian pula ia lebih terbuka terhadap kehadiran pendatang, termasuk para pedagang kaki lima untuk berusaha di Jakarta.
Gubernur Jakarta kelahiran 21 Mei 1934 Temanggung Jawa Tengah ini memang lebih mengutamakan pendekatan populis - humanis. Kesejahteraan buruh di pabrik-pabrik ia perhatikan. Ia sering berkunjung ke pabrik-pabrik sekedar untuk membicarakan soal pengupahan dengan pihak manajemen. Para pedagang kaki lima (PKL) diberi keleluasaan berusaha tanpa mesti mengorbankan keindahan dan ketertiban kota. Untuk itu, ia gulirkan program "tendanisasi kali lima," dan menetapkan belasan lokasi sebagai sentra pedagang kaki lima. Di bawah tenda-tenda terbuat dari alumunium yang berjejer di tepi jalan, berbagai kebutuhan masyarakat diperjual belikan.
Dengan mengusung motto "small is beautiful (kecil itu indah)" pengusaha kecil ia bina agar berkembang maju. Melalui program Instruksi Presiden (Inpres) puluhan pasar tradisional diperbaiki. Sebagian pedagang kaki lima diberi tempat di pasar-pasar Inpres itu. Menurut data, selama lima tahun menjabat gubernur, Tjokropranolo telah melakukan pembinaan terhadap 88.497 pedagang PKL tersebar di 12 lokasi. Selain itu, juga berhasil menyalurkan sekitar 14 ribu PKL ke pasar-pasar Inpres. Para pengusaha kecil itu dibina dengan memberi bimbingan serta bantuan permodalan melalui kredit perbankan agar dapat mengenal sistem perbankan sebagaimana layaknya usaha modern. Sayangnya, banyak pengusaha kecil itu terbelit kredit macet. Akibatnya pinjaman diharapkan dapat bergulir tidak berjalan semestinya.
Untuk memajukan industri kecil di kawasan Pulogadung didirikan Perkampungan Industri Kecil (PIK) yang mampu menampung sekitar dua ribu pengusaha kecil. Juga terdapat 100 unit Sarana Usaha Industri Kecil (SUIK) dan 100 unit Standard Factory Unit Buliding (SFUB). Sedangkan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, Gubernur Tjokropranolo juga memperkenalkan usaha budi daya kerang hijau di teluk Jakarta.
Di sektor perumahan, Bang Nolly memprakarsai pembangunan rumah susun bagi masyarakat kecil yakni pertama, di Tebet dibangun 64 unit rumah susun dan kemudian di Tanah Abang. Di sektor pendidikan, Bang Nolly memperkenalkan program "dokter kecil" bagi para murid sekolah dasar. 'Dokter kecil' ini adalah anak didik yang dipilih oleh guru ikut melaksanakan usaha pendidikan dan kesehatan terhadap diri sendiri, keluarga, teman murid pada khususnya dan dari sekolah pada umumnya. Untuk menggelorakan semangat berolah raga maka setiap hari minggu pagi, ruas Jalan Thamrin dan Jalan Jenderal Sudirman dijadikan ajang kegiatan olah raga jalan kaki bagi warga Jakarta.
Membidani Lahirnya WALHI
Salah satu jasa Bang Nolly yang tampak kurang dikenal publik adalah keikutsertaanya mendorong terbentuk organisasi Wahana Lingkungan Hidup (WALHI). Ini bermula dari niat Menteri Lingkungan Hidup Prof Emil Salim menggandeng berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan kelompok-kelompok pecinta alam agar lingkungan hidup tumbuh menjadi gerakan masyarakat. Gagasan ini langsung disambut oleh Bang Nolly dengan menggelar pertemuan di Lantai 13, Balaikota (Kantor Gubernur DKI Jakarta), Jalan Merdeka Selatan. Pada pertemuan perdana ini hadir sekitar 350 lembaga yang terdiri dari lembaga profesi, hobi, lingkungan, pecinta alam, agama, riset, kampus, jurnalis, dan lain sebagainya. Sejak itu pula, lingkungan hidup jadi isu bersama yang mampu mengikat kebersamaan berbagai lembaga dan perkumpulan dalam wadah WALHI. Masa jabatan Bang Nolly sebagai Gubernur DKI Jakarta berakhir tahun1982.