KASUS AHOK DAN PERBEDAAN PENDAPAT PARA ULAMA
Ulama adalah seseorang yang ahli dalam hal Agama atau dalam pengetahuan tentang agama Islam.demikian juga dengan Kyai, dan juga anak ulama dan kyai besar, (anak kyai atau ulama besar biasa di sebut dengan label sebutan Gus.) kita melihat di indonesia ini banyak sekali Gus-Gus yang menjadi terkenal dan sangat erat hubunganya dengan pejabat tingkat RT hingga presiden. kita tidak meragukan kualitas Gus Dur (mendiang Presiden RI Kyai Haji Abdurahman Wahid.) beliau memiliki kharisma yang luar biasa dalam mengayomi masyarakat umum, mengapa saya sebut masyarakat umum, karena Alm Gus Dur walaupun tokoh NU namun pendapatnya di terima oleh kalangan organisasi keagamaan lainya. Saat ini kita kekurangan sosok yang bisa di jadikan panutan "kesesungguhan" sebagai ulama atau kyai besar.saya menyebut karena selalu terjadi persaingan yang tinggi di tingkat ulama tersebut, maka menjadi sulit menemukan ulama yang kredibel.semua ingin menjadi besar tanpa melewati proses alamiah atau proses penilaian objektif dari masyarakat secara umum. hingga yang terjadi adalah, ulama dan para kyai,besar karena media dan dekat dengan pejabat. bukan besar karena memiliki kharisma. kegagalan menjadi seorang ulama dan kyai besar itu dapat kita lihat dengan mudah bahwa saat ini bertebaran pendapat yang sesuai dengan kepentinganya. bukan pendapat yang konsisten. dalam kasus tentang dugaan penistaan Agama yang di lakukan ahok, semua ulama, kyai, ustad,para habaib dan juga masyarakat umum saling berbeda pendapat, ada yang mengatakan Ahok tidak bersalah, dan banyak yang mengatakan Ahok bersalah, dalam hal ini para habaib lebih besar doronganya, dan mengatakan Ahok bersalah. Yang menjadi pertanyaan adalah,apakah pendapat masing-masing dari mereka itu murni tanpa sebuah kepentingan.? seperti saya sebut di atas, banyaknya ulama yang berpendapat karena kepentinganya dalam ikut berpolitik.
Sedikit menilik sejarah berdirinya Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1975. yang adalah hasil dari musyawarah para ulama, cendekiawan muslim dan zu’ama yang datang dari seluruh penjuru tanah air, mereka terdiri dari berbagai organisasi-organisasi keagamaan, tercatat dalam buku sejarah ada NU, Muhamadiyah,Syarikat Islam,Perti,Mathlaul Anwar,PTDI,GUPPI,AL Ittihadiyyah dan DMI. selain Ormas Islam ada juga perwakilan dari 3 unsur TNI ( Darat,Laut Udara.) dan Polri.dan banyak tokoh Agama lainya. dalam forum hasil musyawarah tersebut terciptalah kesepakatan untuk membentuk suatu wadah yang saat ini di sebut Majelis Ulama Indonesia atau MUI. fungsi dari MUI sendiri adalah memberikan bimbingan kepada umat Islam di seluruh indonesia.untuk menjalankan hidup agar di Ridhloi Allah Swt.memberikan nasihat,saran dan fatwa untuk masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, memberikan dan meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama untuk tetap menjaga dan memantapkan persatuan serta kesatuan bangsa. juga menjaga hubungan kerjasama antar organisasi keagamaan,lembaga Islam serta cendekiawan muslim dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat,khusus untuk umat Islam. Jika melihat hal ini tentunya seluruh organisasi keagamaan yang ada di indonesia sudah terwakili oleh MUI, namun mengapa para ulama tetap bebas berekspresi dalam menuangkan pendapatnya, karena MUI sendiri "konon' sudah terkontaminasi dengan sarat kepentingan dalam mengeluarkan fatwanya.jika hal ini benar terjadi, maka sudah sepantasnya MUI di reformasi atau di tata ulang menurut dengan tujuan awal yang mulia. banyaknya pendapat yang mengatakan gagalnya MUI lah yang membuat organisasi-organisasi keagamaan tumbuh subur baik yang mengikuti faham radikalisme maupun yang semi radikalisme.jika tokoh organisasi keagamaan besar mengatakan hal ini, mengapa tidak meminta pemerintahan untuk bermusyawarah.? Kita tahu di indonesia ini kita semua bisa membentuk organisasi keagamaan dengan sangat mudah, kita tidak bisa menutup mata betapa mudahnya organisasi-organisasi keagamaan juga para tokohnya di tumpangi kepentingan-kepentingan kelompok tertentu.sang tokoh mendapat kepentingan pribadi juga organisasinya dan para kelompok mendapat kepentingan politiknya. tidak kita pungkiri jika dalam hal ini adanya dana-dana segar.siapa yang tidak mau,? inilah yang terjadi pada akhirnya carut marut ketercampuran politik Agama semakin dalam hingga akal sehat bergeser dari tempatnya. hanya pendirian serta prinsip yang tegas yang tidak bisa menggoyangkan hati. Pembenahan organisasi massa keagamaan maupun non keagamaan sangat penting, dan tentu ini tidak hanya menjadi sebuah wacana oleh pemerintah saja. dalam hal ini lagi lagi MUI harus bisa menjadi pihak yang aktif untuk ikut berperan. Cikal bakal radikalisme bisa di minimalisir jika Pemerintah dan MUI benar-benar mengfungsikan tugasnya dengan cermat dan tepat.seharusnya para Ulama dan tokoh Agama menyadari bahwa indonesia butuh kedamaian karena keanekaragamanya. kita semua adalah warga Negara indonesia yang perduli akan indahnya kebersamaan, sudah selayaknya kita bersama sama bahu membahu dengan memberikan kritik untuk mereka.tanpa kritik mereka akan semakin terlena dengan keteledoran dan semakin tidak menyadari kesalahanya. tanpa kritik mereka akan semakin mengelompokan satu sama lainya dengan mengesampingkan kepentingan-kepentingan Rakyat.kita sangat membutuhkan perubahan yang baik untuk indonesia,bukan malah saling berebut panggung.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/haydie/kasus-ahok-bukti-bahwa-ulama-bisa-berubah-pendapat-tergantung-kepentingannya_58446009d67a61900a625c56