Ada apa dengan WADAS?

Beberapa bulan kemarin Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah hangat dengan pemberitaan di media. Terjadinya konflik antara aparat dengan warga desa Desa Wadas sempat menjadi sorotan media nasional dan viral di medsos. Sebenarnya ada apa di Desa Wadas sehingga timbul gejolak tersebut?

Dari situs resmi yang penulis kutip, Desa Wadas merupakan sebuah desa yang terletak di bagian tengah Kecamatan Bener dan berbatasan langsung dengan Desa Kaliurip, Kaliwader, Kedungloteng, Bleber, Pekacangan, Cacabankidul serta Cacabanlor. Desa Wadas memiliki wilayah seluas 405.820 ha dengan sebagian besar berupa tanah kering. Topografi desa ini berupa dataran perbukitan dan lembah dengan ketinggian 213-258 mdpl.

Desa Wadas menyimpan kekayaan alam yang melimpah, yang dibuktikan dengan Peraturan Daerah Purworejo nomor 27 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), menetapkan desa ini sebagai kawasan untuk perkebunan. Komoditas pertahun yang dihasilkan cukup fantatis, yakni mencapai Rp8,5 miliar. Artinya kontribusi desa Wadas terhadap PAD Kabupaten Purworejo cukup besar untuk menopang pembangunan daerah di Purworejo.

Konflik antara aparat dengan warga di Desa Wadas berawal dari dari rencana proyek pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo. Bendungan Bener merupakan salah satu Proyek Strategis nasional (PSN) yang direncanakan akan bisa memenuhi kebutuhan air dan akan memasok sebagaian besar kebutuhan air ke Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.

Dengan adanya keberadaan Waduk Bener diharapkan dapat mengurangi debit banjir sebesar 210 meter kubik per detik, menyediakan pasokan air baku sebesar 1,60 meter kubik per detik, dan menghasilkan listrik sebesar 6 MW. Sumber air Waduk Bener berasal dari Sungai Bogowonto, salah satu sungai besar di Jawa Tengah.

Berdasarkan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 509/41/2018, Desa Wadas ditetapkan sebagai lokasi penambangan batuan andesit material pembangunan proyek Bendungan Bener.

Total lahan yang dibutuhkan untuk penambangan dan bendungan yakni 145 hektare. Ditambah 8,64 hektare lahan untuk akses jalan menuju proyek pertambangan. Penambangan dilakukan menggunakan metode blasting atau bahan peledak.

Rencana ini yang ditolak warga. Mereka menilai aktivitas penambangan mengancam keberadaan 27 sumber mata air. Imbasnya, berpotensi merusak lahan pertanian. Warga melawan. Saat pelaksanaan pengukuran tanah, terjadi penolakan dari warga.

Dari wartaekonomi.co.id, Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil mengungkap fakta  awal mula pemicu ketegangan berujung kekerasan di Desa Wadas bermula dari rekomendasi AMDAL dari Kementerian PUPR terkait tambang batu andesit untuk kebutuhan konstruksi fisik Bendungan Bener.

Kronologis secara lengkap mengenai konflik warga wadas, seperti yang dikutip dari Tempo.com

Tahun 2013

Pada 2013, warga Wadas telah mendengar akan ada pembangunan di daerah Purworejo dan Wonosobo, yaitu pembangunan bendungan dan Desa Wadas menjadi salah satu desa yang akan terdampak dari pembangunan tersebut.

Tahun 2015

Pada 2015, terdapat perusahaan swasta yang melakukan pengeboran tanah di dua lokasi dengan kedalaman 75 dan 50 meter di Desa Wadas. Pengeboran tanah ini memiliki tujuan untuk menjadi bahan uji di Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak (BBWS-SO).

Tahun 2017

BBWS-SO menempelkan spanduk yang berisi permohonan izin lingkungan di seluruh desa yang akan terdampak pembangunan Bendungan Bener. Hal ini dilakukan oleh BBWS-SO karena menjadi pemrakarsa proyek. Namun, dalam izin tersebut tidak mencantumkan nama Desa Wadas. Hal ini menjadi hal yang aneh karena dalam Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Desa Wadas menjadi salah satu desa yang terdampak.

Pada 10 November 2017, dua warga Desa Wadas bersama dengan Kepala Desa Wadas diundang ke Hotel Sanjaya Purworejo. Saat itu, mereka diberi dokumen AMDAL Bendungan Bener. Sayangnya, banyak warga Desa Wadas yang tidak diberi pemahaman ataupun sosialisasi mengenai AMDAL tersebut. Oleh karena itu, banyak warga Desa Wadas yang beranggapan bahwa pembangunan proyek tersebut tidak memerhatikan kondisi sosial, politik, dan ekonomi masyarakat.

Tahun 2018

Pada 26 Februari 2018, terdapat sebuah pengumuman yang diterima oelh masyarakat mengenai pengeadaan tanah yang diperuntukan bagi pembangunan Bendungan Bener di Purworejo dan Wonosobo dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan nomor 590/0001933.

Pada 8 Maret 2018, pemerintah tetap menerbitkan izin lingkungan dan mengumumkannya secara luas. Dalam izin yang dikeluarkan oleh pemerintah terdapat wilayah Desa Wadas sebagai salah satu desa terdampak lingkungan dan menjadi lokasi pembebasan lahan untuk menunjang pembangunan Bnedungan Bener. Sayangnya, hal ini dilakukan tanpa izin dari warga Desa Wadas. Oleh karena itu, pada 8 Maret 2018 warga Wadas membentuk sebuah paguyuban bernama Gerakan MAsyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPA DEWA).

Pada 27 Maret 2018 , BBWS-SO melakukan sosialisasi mengenai pengadaan tanah terkait pembangunan Bendungan Bener kepada warga Desa Wadas di Balai Desa Wadas. Namun, dalam pertemuan tersebut warga Desa Wadas menyatakan penolakan atas penambangan kuari di wilayahnya dan melakukan wlakout dalam pertemuan tersebut.

Pada 6 April 2018, terjadi mediasi antara BBWS-SO dengan warga Desa Wadas yang melakukan penolakan. Namun, warga Wadas tetap menolak tanpa syarat terkait penambangan kuari di wilayah mereka.

Pada 26 April 2018, BBWS-SO mengadakan sebuah konsultasi publik terkait pengadaan tanah untuk pembangunan dan kepentingan umum. BBWS-SO melakukan pertemuan tersebut sebagai upaya untuk melakukan pendataan warga terdampak dan meminta warga Desa Wadas yang hadir mengisi daftar hadir dan tanpa sepengetahuan warga, data tersebut digunakan sebagai bukti persetujuan warga dan prasyarat bagi terbitnya izin.

Tahun 2019

Pada September 2019, menurut rilis LBH Yogyakarta terdapat 11 warga Wadas yang sempat ditangkap dan saat itu juga terjadi pengepungan di wilayah Wadas.

Tahun 2020

Pada November 2020, GEMPA DEWA melaporkan adanya maladmisnitrasi yang dilakukan oleh sejumlah pihak, seperti Gubernur Jawa Tengah dan BBWS-SO kepada Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah.

Tahun 2021

Pada 22 April 2021, warga Desa Wadas menghadang aparat yang akan melakukan sosialisasi pemasangan patok trase dan bidang tanah. Selain itu, terjadi bentorkan antara aparat keamanan dengan warga Wadas dan 12 orang ditangkap oleh aparat keamanan.

Sejak 20 September 2021, beberapa aparat kepolisian dari Polres Purworejo kerap kali melakukan patroli berkeliling Desa Wadas dengan membawa senjata lengkap dan patroli ini membuat warga Wadas resah.

Pada Noveber 2021, aparat kepolisian juga rutin melakukan patroli di desa Wadas dan membuat warga resah. Para warga mengadukan hal ini kepada LBH Yogyakarta.

Tahun 2022

Pada 8 Februari 2022, terjadi pengerahan aparat dan pengepungan yang dilakukan oleh aparat ke Desa Wadas. Selain itu, pada 8 Februari 2022, aparat kepolisian juga menangkap sekitar 40 orang, termasuk anak-anak. Selain itu, akses Internet di Desa Wadas juga terganggu.




Popular posts from this blog

Gang Sartana

dr. Soemarno Sosroatmodjo, Gubernur keempat jakarta